Hukum Suami Memakai Harta Istri? Bolehkah
Pernikahan dalam islam suatu bentuk kemuliaan seorang hamba Allah SWT, karena dengan menikah seorang hamba akan menjaga kesucian imannya dari perbuatan yang tidak allah ridhoi.
dalam Al-Quran menikah adalah salah satu perintah Allah pada setiap hambanya meski anjuran ini tidak bermakna Khusus namun nikah tetaplah disyariatkan dalam agama islam dengan anjuran Allah di dalam Firmannya.
menikah termasuk sunnah para nabi terdahulu termasuk Nabi Muhammad SAW, bahkan banyak hadits yang menganjurkan setiap muslim untuk menikah dengan tujuan supaya lebih menjaga syahwatnya dari suatu yang tidak Allah Ridhoi, dalam pernikahan setiap manusia pasti akan mendapat Problem yang berbeda tergantung keadaan masing-masing. sebagian merasakan problem dalam aktivitas,keturunan dan Problem ekonomi.
dalam kesempatan ini kita akan membahas satu problem diatas, yaitu problem Ekonomi (Nafqah)
Ekonomi (Nafqah) dalam pernikahan termasuk kewajiban seorang lelaki dalam keseharian dirumah tangga. mulai dari kebutuhan listri,memasak, make up Istri atau kebutuhan anak jika dikaruniai seorang anak, Semua itu adalah kewajiban pemimpin rumah tangga (Lelaki).
Namun di indonesia ada beberapa lelaki yang memang tidak bekerja dengan alasan pengangguran atau memang malas, sehingga mau atau tidak nafaqah yang ia ambil dari (Harta) hasil kerja istrinya, dan ini terjadi di banyak daerah di indonesia.
APAKAH BOLEH SEORANG SUAMI MEMAKAI HARTA ISTRI?
Hak Seorang istri dan suami telah Allah berikan masing-masing dalam Al-Quran dan telah dijelaskan dalam surat An-nisa', bahwa Allah SWT berfirman :
وَآتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً ۚ فَإِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَرِيئًا
Artinya, “Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, Maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.” (Surat An-Nisa’ ayat 4).
Ayat di atas memberikan petunjuk jelas kepada kedua mempelai, bahwa mereka memiliki hak yang kuat atas harta masing-masing.
dalam kitab Al-Mughni Karya imam Ibnu Qudamah disebutkan :
ولأن المرأة من أهل التصرف، ولا حق لزوجها في مالها، فلم يملك الحجر عليها في التصرف بجميعه كأختها
Sesungguhnya Jika Seorang wanita termasuk Ahli Tasharruf, tidak berhak bagi suaminya memakai harta istri, dan tidak boleh suami melarang istri untuk membelanjakan hartanya sendiri dalam semua kepentingannya yang (Halal).
Pengertian wanita Ahli Tasharruf diatas adalah wanita yang mengerti cara membelanjakan hartanya dengan baik (Halal), dan membeli sesuatu dengan hartanya sesuai kebutuhan (Tidak Boros)
apabila wanita sudah Ahli Tasharruf maka haram bagi lelaki untuk memakai harta istrinya tanpa seizin sang istri dan akan tercatat sebagai hutang.
Bahkan apabila suami memakai harta istri secara paksa dan tanpa izin akan masuk sebagai hukum pencurian, dalam kitab lain disebutkan dengan rincian permasalahan yang lebih luas di kutib dari I'anatut Thalibin dan Kitab Al-Mughni Al-Muhtaj karya Syekh Al-Khatib Asy-Syarbini:
(والأظهر قطع أحد زوجين بالآخر) أي بسرقة ماله المحرز عنه لعموم الآية الاخبار
ولان النكاح عقد على منفعة فلا يؤثر في درء الحد كالإجارة لا يسقط بها الحد عن الأجير أو المستأجر إذا سرق أحدهما من الآخر. ويفارق العبد الزوجة بأن مؤنتها على الزوج عوض كثمن المبيع ونحوه بخلاف مؤنة العبد، والثاني لا قطع على واحد منهما للشبهة فإنها تستحق عليه النفقة وهو يستحق الحجر عليها، والثالث يقطع الزوج دونها لأن لها حقوقا في ماله بخلاف وماله إليه الأذرعي.
pendapat yang jelas mengatakan apabila diantara keduanya mencuri harta satu sama lain maka dipotong tangannya karena dengan dalil ayat sebelumnya, sesungguhnya pernikahan adalah ikatan yang cenderung kepada manfaat, maka tidak akan berdampak kepada gugurnya suatu hukuman apabila diketahui mencuri satu dengan yang lain, Seperti contoh upah pekerjaan siapa yang bekerja maka ia dibayar dan siapa yang memerintah maka ia harus membayar apabila tidak membayar upah maka termasuk halnya menipu, berbeda dengan upah bagi pembantu rumah tangga yang diminta istri maka itu adalah hak suami untuk memenuhinya.
Apabila istri mengambil harta suami, maka tidak akan mendapatkan hukuman potong tangan karena istri memiliki hak atas harta nafaqah dan suami memiliki hak untuk membatasi harta istrinya.
dan sebaliknya apabila suami mengambil harta istrinya tanpa izin maka suami akan mendapat hukuman potong tangan,
Namun jika istri mengambil harta suami tanpa izin (Mencuri) maka tidak mendapat hukuman potong tangan.
Referensi (Kitab: Mughni Al-Muhtaj Karya Imam Al-Khatib Asy-Syarbini)
dalam penjelasan diatas sangat jelas bahwa suami dan istri memiliki hak yang paten dalam agama islam, yang telah dituangkan dalam Al-Qur'an,hadits dan pendapat para ulama' madzhab Syafi'i.
KESIMPULAN PENJELASAN DIATAS
- Tidak boleh seorang suami memakai harta istrinya kecuali mendapat izin dari sang istri.
- Apabila suami memakai harta istri tanpa izin maka akan dianggap hutang dan mencuri yang dikenakan hukuman potong tangan dalam islam
- Begitu juga seorang istri tidak boleh memakai harta suami seenaknya tanpa izin meskipun istri berhak mendapat nafaqah setiap harinya
- Apabila seorang istri terlanjur memakai harta suami tanpa izin maka akan dianggap mencuri tercatat sebagai hutang dan tidak dikenakan hukuman potong tangan dalam islam karena istri memiliki hak nafaqah setiap harinya.
Wallahu A'lam…...
Posting Komentar untuk "Hukum Suami Memakai Harta Istri? Bolehkah"